Di  internet saat ini tengah dibanjiri tulisan yang membahas prediksi  suku  Maya yang pernah hidup di selatan Meksiko atau Guatemala tentang   kiamat yang bakal terjadi pada 21 Desember 2012.
Pada manuskrip   peninggalan suku yang dikenal menguasai ilmu falak dan sistem   penanggalan ini, disebutkan pada tanggal di atas akan muncul gelombang   galaksi yang besar sehingga mengakibatkan terhentinya semua kegiatan di   muka Bumi ini.
Di luar ramalan suku Maya yang belum diketahui   dasar perhitungannya, menurut Deputi Bidang Sains Pengkajian dan   Informasi Kedirgantaraan, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional   (Lapan), Bambang S Tedjasukmana, fenomena yang dapat diprakirakan   kemunculannya pada sekitar tahun 2011-2012 adalah badai Matahari.   Prediksi ini berdasarkan pemantauan pusat pemantau cuaca antariksa di   beberapa negara sejak tahun 1960-an dan di Indonesia oleh Lapan sejak   tahun 1975.
Dijelaskan, Sri Kaloka, Kepala Pusat Pemanfaatan Sains   Antariksa Lapan, badai Matahari terjadi ketika muncul flare dan Coronal   Mass Ejection (CME). Flare adalah ledakan besar di atmosfer Matahari   yang dayanya setara dengan 66 juta kali ledakan bom atom Hiroshima.   Adapun CME merupakan ledakan sangat besar yang menyebabkan lontaran   partikel berkecepatan 400 kilometer per detik.
Gangguan cuaca   Matahari ini dapat memengaruhi kondisi muatan antariksa hingga   memengaruhi magnet Bumi, selanjutnya berdampak pada sistem kelistrikan,   transportasi yang mengandalkan satelit navigasi global positioning system   (GPS) dan sistem komunikasi yang menggunakan satelit komunikasi dan   gelombang frekuensi tinggi (HF), serta dapat membahayakan kehidupan atau   kesehatan manusia. "Karena gangguan magnet Bumi, pengguna alat pacu   jantung dapat mengalami gangguan yang berarti," ujar Sri.
Langkah antisipatif
Dari  Matahari, miliaran partikel elektron sampai ke lapisan ionosfer  Bumi  dalam waktu empat hari, jelas Jiyo Harjosuwito, Kepala Kelompok  Peneliti  Ionosfer dan Propagasi Gelombang Radio. Dampak dari serbuan  partikel  elektron itu di kutub magnet Bumi berlangsung selama beberapa  hari.  Selama waktu itu dapat dilakukan langkah antisipatif untuk  mengurangi  dampak yang ditimbulkan.
Mengantisipasi munculnya badai  antariksa  itu, lanjut Bambang, Lapan tengah membangun pusat sistem  pemantau cuaca  antariksa terpadu di Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa  Lapan Bandung.  Obyek yang dipantau antara lain lapisan ionosfer dan  geomagnetik, serta  gelombang radio. Sistem ini akan beroperasi penuh  pada Januari 2009  mendatang.
Langkah antisipatif yang telah  dilakukan Lapan adalah  menghubungi pihak-pihak yang mungkin akan  terkena dampak dari munculnya  badai antariksa, yaitu Dephankam, TNI,  Dephub, PLN, dan Depkominfo,  serta pemerintah daerah. Saat ini  pelatihan bagi aparat pemda yang  mengoperasikan radio HF telah  dilakukan sejak lama, kini telah ada  sekitar 500 orang yang terlatih  menghadapi gangguan sinyal radio.
Bambang  mengimbau PLN agar  melakukan langkah antisipatif dengan melakukan  pemadaman sistem  kelistrikan agar tidak terjadi dampak yang lebih buruk.  Untuk itu,  sosialisasi harus dilakukan pada masyarakat bila langkah itu  akan  diambil.
Selain itu, penerbangan dan pelayaran yang   mengandalkan satelit GPS sebagai sistem navigasi hendaknya menggunakan   sistem manual ketika badai antariksa terjadi, dalam memandu tinggal   landas atau pendaratan pesawat terbang.
Perubahan densitas   elektron akibat cuaca antariksa, jelas peneliti dari PPSA Lapan,   Effendi, dapat mengubah kecepatan gelombang radio ketika melewati   ionosfer sehingga menimbulkan delai propagasi pada sinyal GPS.
Perubahan  ini mengakibatkan penyimpangan pada penentuan jarak dan  posisi. Selain  itu, komponen mikroelektronika pada satelit navigasi dan  komunikasi akan  mengalami kerusakan sehingga mengalami percepatan masa  pakai, sehingga  bisa tak berfungsi lagi.
Saat ini Lapan telah  mengembangkan  pemodelan perencanaan penggunaan frekuensi untuk  menghadapi gangguan  tersebut untuk komunikasi radio HF. "Saat ini  tengah dipersiapkan  pemodelan yang sama untuk bidang navigasi," tutur  Bambang.
kompas.com

No comments:
Post a Comment